Jabar24 - Indramayu - Ramainya kenaikan tarif PDAM Indramayu 30 % mengundang reaksi unjuk rasa dari mahasiswa, menuntut penolakan. Sabtu (4/2/2023).
Dalam aksi unjuk rasa mahasiswa tersebut manager keuangan PDAM Indramayu saudari DK memberikan pernyataan bahwa dirinya akan mengundurkan diri bila mana pelanggan PDAM 2A dan 2B tarifnya
naik 30 %.
"Saya Dini Koswari manager keuangan PDAM Indramayu akan mundur apabila pelanggan 2A dan 2B naik tarifnya."
Sementara itu, dengan adanya press release Dirut PDAM Ady Setiawan mengatakan, bahwa pelanggan 2A dan 2B kenakan tarif naik jika pemakaiannya melebihi 20 rb liter.
Dalam hal ini, saat jabar24 menemui O'alam baka di kediamannya, mempertanyakan kemunduran manager keuangan saudari DK, mengapa di saat dirinya mau purna dalam waktu dekat menyampaikan di khalayak ramai bahwa dirinya berniat mengundurkan diri. Hal ini yang menjadi pertanyaan besar masyarakat soalah hanya kepentingan.
"Kalau memang mau purna kenapa harus mengutarakan keniatan pengunduran diri di khalayak ramai, apakah ini bukan pembuhingan publik. Seakan ada pahlawan untuk membela rakyat." Terangnya.
Di sisi lain, Dirut PDAM Indramayu di hubungi lewat wathsapp, menyampaikan
Saya tidak tahu, dan saya aja kaget dia statement seperti itu dan saya tidak tahu beliau mau pensiun . Dan saya kira statement beliau menunjukkan pegawai yang peduli terhadap pelanggan rumah tangga sederhana. Dan beliau paling aktip menolak kenaikan tarif rumah tangga di rapat2 pembahasan tarif internal. Klo saya lihat dari sisi positip nya saja. Dan ide beliau juga diterima Kuasa pemilik modal bahwa tarif 2 b tidak dinaikkan. Kecuali diatas 20 ribu liter agar masyarakat sembari hemat air itu aja.
Lanjutnya, Saya menjamin sesuai regulasi bahwa pelanggan pdam golongan 2 b yang pemakaian dibawah 20.000 tidak ada kenaikan harga, yang pemakaian diatas 20.000 dinaikan sesuai perbup. Tegasnya.
Kemudian, Direktur PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) 0'ushj.dialambaqa mengatakan, statement Manajer Keuangan akan mundur bila PDAM tetap menaikan tarip untuk kelas 1A hingga 2B (tempat ibadah dan rumah tangga) itu merupakan pernyataan ngibul atau untuk memanipulasi reaksi gelombang protes atas kenaikan tarif 30%.
Manipulasi pernyataan itu, seolah-olah Manajer Keuangan adalah pegawai profesional yang punya integritas dan idealisme untuk berpihak pada kepentingan publik.
Ternyata itu hanya sebuah manipulasi permainan kata dan itu merupakan skenario drama yg dibuat dan disutradari Dirut DR. DR. Ir. Ady Setiawab, S.H, M.H, M.M, M.T, karena faktanya Manager Keuangan purna tugasnya 3/2/2023, sehingga tidak ada korelasi dan relasinya dengan statementnya akan mundur bila tetap naik.
Naik tidak naik, Manager Keuangan tetap purna tugas. Lho kok kita memangnya dungu semua dengan permainan kata dan skenario dramatisasi Dirut tersebut.
Realeas terakhir Dirut yang dilansir media tentang kenaikan tarif 30% tetap diberlakukan untuk semua konsumen, kemudian memanipulasi permainan kata dengan mengatakan untuk kelas 1A hingga 2B bila pemakaiannya lebih dari 20.000 liter maka tetap dengan tarif naik 30%. Itu soal permainan kata-katanya. Tempat-tempat ibadah pasti lebih dari 20.0000 liter per bulannya, seperti masjid atau mushola yang banyak umatnya.
Kedunguan sebagian dari kita adalah menaikkan tarif itu waktunya kurang tepat dengan alasan bla bla bla. Ada yang bilang minta naiknya 15%, dan tak apa naik asal pelayanannya baik, airnya lancar dan seterusnya.
Itu semua merupakan.kedunguan kolektif karena soal menaikkan tarif itu, persoalan pokoknya tidak terletak di situ, tetapi pertanyaannya adalah mengapa rugi, atas dasar apa menjadi rugi?
Pelayanan itu kewajiban pokok, begitu juga soal air bersih sesuai standar baku mutu air yang telah ditentukan.
Sekarang saja air ngicir seperti kencing kucing dan bahkan.kaporitnya menyengat, dan itu artinya dibawah standar baku mutu air bersih, profesionalnya di mana? Katanya Dirut akan.mundur jika masih ngicir seperti air kencing. Mundur dong jika profesional, karena itu fakta.
Jika alasannya seperti yang disampaikan Dirut, Dewas dan atau Bupati adalah karena pendapatannya tidak bisa menutupi biaya operasionalnya.
Jika argumentasinya itu, ya tak perlu sekolah lagi. Orang buta hidup juga bisa.
Untuk itu, Dirut, Dirtek dan jk ada Dirum beserta Dewas dan KPM tolong kuliah lagi di prodi Akuntansi atau Manajemen biar mengerti dan paham tentang Cost of Good Manufactured/manufacturing dan Cost of Good Sold, dan biar ngerti juga apa itu fixed cost dan variable cost dalam CGM atau CGS.
Dalam CGM itu juga ada persoalan direct cost dan indirect cost dan ada BOP, dan Operasional Expenses dalam perusahaan industri, bahkan jika waras maka akan ada yg namanya work in proces dlm produksi, dan itu tercermin dlm CGM dan CGS, sehingga tidak asal nyeplos, karena mengerti dan paham juga dengan analisis Neraca, apakah waras atau sakit parah.
Jadi seluruh pernyataan dan alasan Dirut, Dewas dan Bupati dalam menaikan tarif itu mempertontonkan kebodohan dirinya di tengah publik dan atau tengah menujukkan siapa yang berkuasa, lantas sesuka hatinya saja.
Patut kuliah lagi itu, biar Dirut atau Jajaran Direksi, Dewas dan Bupati, mengerti dan paham bahwa PDAM atau BUMD itu pemegang sahamnya masyarakat (publik), dan terutama mengerti soal berhitung HPP yang PKSPD urai, bukan itu rumusnya: HPP=Pendapatan dibagi Biaya Operasional.
Di negara mana dan di perusahaan mana yang menggunakan rumus tsb, jika bukan di negara ngawur dan bukan di perusahaan ngawur. Harus tahu itu, biar tdk ngawur. (Mzk).