Advertisement
CIANJUR – Satu tahun telah berlalu sejak tanah bergeser meluluhlantakkan kehidupan warga Desa Wargasari, Kecamatan Kadupandak, Cianjur. Namun, luka itu belum juga kering. Janji pemulihan dari Pemerintah Daerah ternyata masih sebatas kata-kata, memaksa mereka turun ke jalan pada Jum’at (24/10/2025) lalu.
Bersama dengan kader-kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), mereka menduduki Pendopo Kabupaten Cianjur. Bukan untuk mengacau, melainkan untuk mengingatkan janji yang terabaikan. Suara mereka satu: "Penuhi janji Bupati!"
Di antara kerumunan, terlihat Euis Sumarni (42), raut wajahnya mengisahkan lelahnya setahun mengungsi. "Kami tidur di ruang sekretariat PKK desa, pak. Bergantian dengan warga lain. Ada juga yang numpang di emperan rumah tetangga yang masih berdiri. Ini seperti hidup di ketidakpastian," keluhnya, suaranya parau penuh emosi.
Ia bercerita, trauma akibat bencana belum juga hilang, kini diperparah dengan kondisi hidup yang tidak menentu. Rumah yang dijanjikan akan diperbaiki, hingga detik ini masih berupa puing atau retakan-retakan yang menganga.
Melihat penderitaan warga, PMII turun tangan. Pipik, Koordinator Lapangan aksi tersebut, menyatakan bahwa aksi ini adalah bentuk kepedulian dan pengawalan terhadap hak-hak warga.
"Kami tidak akan membiarkan warga terus menderita. Pemerintah harus segera bertindak nyata. Ini adalah peringatan keras. Jika tidak, kami akan memobilisasi aksi yang jauh lebih masif. Ini soal kemanusiaan dan janji politik yang harus ditepati," tegas Pipik dengan suara lantang.
Aksi yang berlangsung damai itu menyisakan pertanyaan besar: sampai kapan warga Wargasari harus menunggu di pengungsian? Tekanan dari mahasiswa dan masyarakat kini menggantung di udara Pendopo, menunggu respons tegas dari sang pemegang kebijakan.
Najib


