Advertisement
CIANJUR — Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur menjerat seorang marketing microbanking atau mantri pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan fasilitas kredit. Tersangka berinisial AOK (40) diduga mencairkan kredit tanpa sepengetahuan nasabah dan menyalahgunakan dana setoran pelunasan, yang berimbas pada kerugian negara sebesar Rp3,025 miliar.
Kepala Kejari Cianjur, Yussie Cahaya Hudaya, dalam keterangan pers, Senin (24/11/2025), menjelaskan, penetapan tersangka pada 24 November 2025 itu dilakukan setelah penyidik mengantikan dua alat bukti yang cukup dan memeriksa sekitar 20 saksi.
“Tersangka diduga melakukan pencairan kredit tanpa sepengetahuan para debitur. Setelah pencairan, tersangka memegang dan menggunakan kartu debit milik nasabah untuk mengambil dana hasil pencairan. Selain itu, tersangka juga menyalahgunakan setoran pelunasan kredit dari nasabah,” ujar Yussie.
Akibat aksinya, kredit menjadi macet dan menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar kurang lebih Rp 3.025.447.522. Dana hasil penyalahgunaan tersebut, berdasarkan pengakuan awal tersangka, dipakai untuk kepentingan pribadi. Sebanyak 56 nasabah di Kecamatan Takokak, Cianjur, menjadi korban.
AOK diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor dan telah ditahan selama 20 hari hingga 13 Desember 2025.
Menanggapi kasus ini, Kuasa Hukum AOK, Zami Khaitami, mengakui kliennya telah berkooperatif dengan proses hukum. Namun, Zami menilai kejadian ini tidak lepas dari kelemahan sistem keamanan (security system) dan prosedur di BRI.
“Tidak serta-merta kesalahan itu terletak pada klien kami. Orang bisa melakukan kejahatan kemungkinan karena security system-nya BRI lemah, sehingga memberikan kesempatan. Kami meminta ke depan BRI menguatkan sistemnya agar tidak kecolongan lagi,” kata Zami
Zami menuturkan, modus yang diduga dilakukan AOK terkait dengan proses pencairan kredit yang seharusnya melibatkan persetujuan pimpinan. Ia mempertanyakan bagaimana seorang mantri yang menurutnya hanya memiliki fungsi marketing, collecting, dan pengajuan data analisis kredit, dapat melakukan pencairan tanpa melalui persetujuan pimpinan cabang.
“Harusnya tidak boleh. Jabatan mantri itu menyodorkan data, lalu diajukan (up-propose) oleh pimpinan untuk disetujui. Kok bisa terjadi? Mungkin dia buka rekening lebih dulu, lalu pengajuan ditolak, tetapi dananya tetap cair masuk ke buku tabungan,” ujarnya.
Zami juga mempertanyakan mekanisme pembukaan rekening dan pencairan dana yang diduga hanya dengan membawa buku tabungan ke teller, tanpa verifikasi KTP asli nasabah. “Kronologi ini sudah terjadi sejak 2023. Kenapa ini mantri bisa mencairkan? Itu belum bisa saya jawab karena masih pendalaman. Mungkin di persidangan nanti kita akan menghadirkan bukti-bukti lain,” pungkas Zami.
Dengan demikian, kasus ini tidak hanya menyoroti dugaan pelanggaran individu, tetapi juga membuka tinjauan atas celah prosedur dan sistem pengendalian internal di bank pelat merah tersebut.
Najib

